Sebut saja
namanya Amir. Pemuda lulusan sebuah pesantren di pulau Jawa ini ingin meminang seorang
wanita pujaannya. Ia pun harus menemui bapak wanita itu, yang
sekaligus calon mertuanya (camer), untuk meminta ijin.
Setelah membuat
janji, Amir yang ditemani seorang sahabatnya memberanikan diri bertamu ke rumah camer. Meski ada perasaan was-was dan cemas, akhirnya ia sampai juga di depan
pintu rumah camer. Perasaannya makin gak karuan.
“Assalamualaikum,”
ucap Amir sembari mengetok pintu. Tak sampai menunggu lama, jawaban salam
terdengar dari balik pintu.
“Waalaikumsalam,
silahkan masuk,” jawab calon mertua membukakan pintu dan mempersilahkan Amir
dan temannya masuk.
Mereka duduk
di ruang tamu dan terlibat obralan. Sebagaimana orang tua pada umumnya yang hendak menikahkan anaknya, bapak
sang wanita pujaan menanyakan banyak hal. Mulai dari latar belakang, pendidikan,
pekerjaan hingga rencana ke depan setelah menikah.
Di tengah
obrolan yang membuat Amir agak gelagapan itu, calon ibu mertua datang membawa air minum. Selesai menyajikan air minum, sang ibu kembali ke belakang. Sementara obrolan antara calon mantu dan calon
mertua terus berlanjut.
“Silahkan nak
diminum,” kata calon mertua.
“Oh...iya, terima
kasih,” jawab Amir. Ia tidak segera meraih gelas.
Dengan nada sedikit memaksa, camer meminta Amir untuk minum. Namun, pemuda itu dengan
sedikit salah tingkah tak segera meraih gelas. Amir mencoba mengalihkan situasi
dengan kembali mengajak ngobrol calon mertua.
Diam-diam calon
mertua memperhatikan gerak-gerak Amir. Dalam benaknya bertanya-tanya kenapa
calon menantunya itu tak kunjung meminum air yang dihidangkan. Apakah dia
gengsi untuk meminum minuman desa ataukah ada masalah lain. Akhirnya, calon
mertua ingin menguji Amir.
Sang camer berpura-pura ijin ke belakang. Tinggallah Amir bersama temannya di ruang tamu. Setelah
tengok kanan dan tengok kiri untuk memastikan tidak ada tuan rumah yang
melihat, Amir membuang air minum yang ada di gelas di depannya ke pot bunga di
ruang tamu. Amir berpikir, supaya tidak menyinggung camer karena tidak meminum
yang sudah didisediakan.
Ternyata
perbuatan tersebut diintip dari balik korden tanpa disadari oleh Amir. Beberapa
saat kemudian, sang camer keluar dan kembali duduk di tempat semua. Sang camer
bersikap seolah tidak pernah melihat perbuatan calon menantunya yang dianggap
tidak sopan tersebut.
Tibahlah di ujung
penentuan. Amir pun menyampaikan maksud kedatangannya untuk meminang sang
wanita idaman. Akan tetapi, seperti disambar petir, Amir mendapatkan jawaban
yang tidak diinginkan sama sekali. Sang camer menolak lamaran kepada anaknya!! Pupuslah
sudah harapan Amir.....
Setelah diusut
punya usut, ternyata Amir saat itu sedang menjalankan puasa sunnah. Lantaran
tidak enak, ia membuang minuman yang telah dibuat dengan susah payah oleh calon
ibu mertua. Amir juga tidak mau jujur karena takut riya’. Sementara nasi sudah
menjadi bubur.........
*Ini adalah kisah
nyata yang dialami temannya, teman saya. Dan alhamdulillah akhirnya dia
mendapat pengganti dan sudah dikaruniai anak

0 Response to "Karena Air Segelas, Pupuslah Harapan Menikah"
Posting Komentar