Polisi Tilang Wartawan



“Ndan, minta tolong bantuannya. Saya sedang buru-buru, mau ada liputan,” kata teman kepada komandan polisi yang menilang dirinya. Sebelumnya dia menghadapi dua polisi yang pangkatnya lebih rendah dari polisi tersebut. 

Tak disangka, pagi itu, teman yang terburu-buru menghadiri acara di Jakarta Pusat itu harus menghentikan perjalanan, tepatnya di depan Taman Mini Indonesia Indah. Segerombolan polisi melakukan razia di jalan menuju arah Jakarta. Padahal, hari itu operasi simpatik sudah selesai.
“Selamat pagi pak. Bisa dikeluarkan surat-suratnya,” minta polisi kepada teman saya yang menepi di bahu jalan. 

“Sebentar pak,” jawabnya sembari membuka dompet dari saku celana jinnya. 

Kartu Ijin Mengemudi (SIM) berhasil ia dikeluarkan dari dompet kulitnya. Dengan percaya diri, teman yang bertubuh besar dan tambun itu menunjukkan SIMnya kepada pak polisi yang tidak ganteng itu. Namun, saat diminta menunjukkan STNK, dia kebingungan. Karena surat tersebut ternyata tak ada didompet. Ia teringat surat itu tertinggal di kantong celana yang ada di rumah.
Perasannya mulai dag-dig-dug. Pak polisi terus menekannya, seperti menekan pesakitan untuk ngaku. Teman saya mencoba meyakinkan polisi bahwa STNK motor yang dipakainya ada namun ketinggalan. 

“Sebentar pak, STNK saya ketinggalan dan sekarang lagi diantar temen saya,” katanya dengan nada tegas meyakinkan polisi. 

“Mana pak!!!? Anda tidak bisa menunjukkan surat motor Anda!” cecar polisi. 

“Tunggulah pak...saya juga lagi buru-buru mau liputan,” katanya lagi. 

“Mau liputan kemana, saya juga lagi kerja pak!” sergah polisi. 

“Coba tunjukin kartu pers,” pinta polisi. 

Duh, ternyata kartu persnya ketinggalan bersama STNK. Makin terpojok lagi temannya saya ini. Namun, dia mencoba meminta temannya yang saat itu membonceng untuk menunjukkan kartu pers. Beruntung, temannya itu membawa kartu pers dan segera ditunjukkan kepada polisi. 

Kemudian, polisi yang menilang tadi pergi menemui temannya. Tampaknya, dia meminta temannya yang lebih senior menghadapi teman saya yang wartawan tadi. Benar saja, tak berapa lama polisi lain menghampiri teman saya. 

“Bagaimana pak, Anda bisa menunjukkan STNK tidak?” tanya polisi 

“Sebentar pak, STNKnya lagi diantara teman saya. Sebentar lagi sampai,” jawabnya mulai agak tenang. 

Keduanya sedikit bernegoisasi hingga akhirnya pak polisi pergi dan menyerahkan SIM temen saya kepada komandannya. Sang komandan pun turun langsung menghadapi pria “berbahaya ini”. Teman saya diajak menjauh dari kerumunan penilangan. Temen saya pun mulai bisa mengendalikan perasaan dan lebih merasa tenang. Karena dia merasa bisa menang dalam negosiasi. 

“Gimana ndan, minta bantuannya, saya buru-buru mau liputan,” kata teman saya mengawali perkataan kepada komandan polisi itu. 

”Masalah STNK ini terserah kamu, kamu yang tahu dan kamu yang harus bertanggung jawab. Kalau ada apa-apa saya tidak mau tahu,” kata komandan polisi sembari menyerahkan SIM teman saya.
“Silah pergi dan jangan diulangi lagi,” tambahnya. 

Temen saya kemudian bisa lolos tanpa mengeluarkan sepeserpun uang untuk polisi-polisi jalanan itu. Dia melanjutkan perjalanan, tetap tanpa berbekal STNK. 

Sementara itu, temannya yang hendak mengantar STNK ditelepon untuk segera balik kanan. Padahal, dia sudah di pertengahan perjalanan.


Related Posts:

0 Response to "Polisi Tilang Wartawan"

Posting Komentar