Kenapa Kemungkaran Meraja Lela? Ini Jawabannya!



“Merajalelanya kemungkaran, karena diamnya para pemangku kebenaran”. Agaknya ungkapan ini benar adanya. Terlebih dalam kondisi dewasa ini. Di mana, kemungkaran seakan-akan menjadi kebenaran sementara kebenaran seakan-akan menjadi kemungkaran. Di sinilah perang para pemangku kebenaran sangat diperlukan. 

Imam Ibnu Qayim berkata, “ Jika para pemegang kebenaran tampil, para ahli batil seperti kelelawar yang keluar di saat kegelapan tiba”. Artinya, para Ahli batil akan takut dan tersingkir jika para pemegang kebenaran berani menampilkan kebenaran di hadapan masyarakat.

Related Posts:

Iri, Dosa Pertama yang Menyebabkan Iblis Dilaknat



Iri adalah perbuatan yang dilarang dalam islam karena dari rasa iri timbulah kerusakan di bumi ini, dari rasa iri munculnya adu domba di kalangan masyarakat, pertengkaran, fitnah, pembunuhan, pencurian dan kerusakan-kerusakan yang lain. Kalau kita lihat dari sejarah penyebab di keluarkannya iblis dari surge karena rasa iri kepada adam as, dia iri kenapa dia yang menurut anggapannya itu lebih baik di suruh sujud kepada yang lebih hina menurut angapannya, dan juga ketika terjadi pembunuhan pertama kali di bumi yaitu pada anak nabi adam as juga karena iri.

Dalam sejarah Rasulullah saw juga disebutkan bahwa di antara penyebab bani israil tidak beriman kepada nabi Muhammad saw padahal sudah dituliskan dalam  kitab-kitab mereka adalah karena rasa iri, mereka iri karena nabi yang diutus selanjutnya bukan dari kalangan mereka bani israil tapi dari kalangan lain yaitu quraisy.

Iri didefenisikan dengan rasa bencinya seseorang terhadapat nikmat yang didapat orang lain dan dia ingin supaya nikmat itu berpindah pada dirinya disertai dengan rasa suapaya nikmat itu musnah dari orang yang tersebut. Dair definisi ini, tidak dinamakan dengan rasa iri ketika dia tidak berangan-angan bahwa nikmat tersebut hilang dari orang lain dan diiringin rasa benci. Misalnya, ketika kita melihat seseorang yang baru membeli mobil atau rumah baru, timbul dalam diri kita rasa ingin mempunyai apa yang  dia miliki, akan tetapi dalam diri kita tidak ada rasa benci ataupun rasa bahwa nikmat itu harus hilang dari orang tersebut, maka ini tidak dinamakan dengan iri.

Dalam syari’at islam tidak semua rasa iri dilarang, ada rasa iri yang dibolehkan oleh islam, bahkan di anjurkan. Rasa iri yang dibolehkan ada dua, pertama, seseorang yang diberikan Allah harta yang banyak sehingga dia kaya raya kemudian dia infaqkan hartanya siang dan malam sehingga dia gemar untuk berinfaq, kedua, sesorang yang diberi karunia allah untuk bisa menghafal al qur’an dan dia membacanya siang malam sehingga hal itu sudah menjadi hobi setiap harinya.  Itulah dua tipe orang yang boleh kita iri kepada mereka.

Lantas bagaimanakah kita bisa mengobati rasa iri, karena hal ini tidak sangat mungkin timbul dalam diri kita. Untuk mengobati rasa iri adalah dengan kita lebih mendalami ilmu-ilmu islam dan menyadari bahwa Allah swt memberikan nikmat kepada orang dengan berbeda-beda, dan allah telah melebihkan seseorang dari seseorang yang lain sehingga kita menyadari apa yang sudah kita dapat itulah rizqi yang sudah allah swt berikan kepada kita. Di antara yang dapat mengobati rasa iri adalah dengan menyibukkan diri pada hal-hal yang mengarah kepada ibadah dan yang positif, sehingga tidak ada celah lagi bagi kita untuk disibukkan dengan hal-hal yang haram atau hal-hal yang sia-sia.

Related Posts:

Tsa'labah, Pemuda yang Diantar Ribuan Malaikat ke Peristirahatan Terakhir



Sebuah kisah menarik disampaikan syaikh asal Saudi Muhammad Al Arabi. Dalam sebuah kajian beliau di sebuah stasiun televise Saudi dan di unggah ke Youtube, Syaikh yang beberapa waktu lalu merasakan penjara pemerintah Saudi itu  menceritakan kisa seorang pemuda yang meninggal karena melakukan sebuah dosa yang tidak disengaja. Dengan suara yang lembut, melau menceritakan kisah itu dengan penuh penghayatan sehingga para jama’ah yang hadir khusu’ mendengarkannya.

Tsa’labah bin Abdurrahman, itulah nama seorang pemuda yang diceratakan Syaikh yang akrab di sapa Al Arifi tersebut. Tsa’labah adalah seroang pemuda yang baru berumur 15 tahun. Ia selalu bersama Nabi saw dan memberikan pelayanan kepada beliau. Sehingga, kedekatan Nabi dengan Tsa’alah bagaikan anak dan bapak.

Pada suatau ketika, pemuda belia dari kalangan Anshar tersebut diperintahkan Nabi saw ke sebuah pasar untuk membeli sesuatu. Dengan bekal uang yang diberikan Nabi, Tsa’labah berangkat dengan berjalan kaki.
Tsa’labah menyusuri jalan yang lalu lalang penduduk kota. Rumah demi rumah para shahabat anshar ia lewati. Semua tampak seperti biasa, tidak ada keanehan. Hingga saat ketika Tsa’labah melewati sebuah rumah milik sahabat Anshar dengan pintu terbuka. 

Dari jalan kota yang agak sedikit padat Tsa’labah tak sengaja melihat ke isi rumah tersebut. Ketika itu,hembusan angin yang tidak terlalu kencang, tapi bisa menerbangkan kain, menyingkap sebuah penghalang pintu kamar mandi yang terbuat dari kain itu. Sesosok wanita yang tidak menggunakan jilbab terlihat dari balik pintu kamar mandi tersebut. 

Tanpa sengaja, sosok wanita Anshor terlihat oleh mata Tsa’labah. Seketika itu, tsa’labah memalingkan matanya yang sempat melihat wanita tersebut beberapa detik. Dia pun bergegas pergi dan ucapan istighfar tidak henti-hentinya keluar dari mulutnya. 

Dengan penuh perasaan dosa, ia bergegas pulang dan tidak jadi ke pasar. Setelah beberapa jam, Rasulullah saw mencari-cari di mana Tsa’labah. Rasulullah menanyakan para shabahat, akan tetapi tidak ada yang mengetahuinya. 

Hari demi hari berlalu dan Tsa’labah tidak kunjung datang menemui Nabi saw. Rasa cemas pun mulai menggelayuti diri Rasullah saw. Akhirnya, Rasul mengutus shahabat Umar dan sejumlah sahabat lainnya untuk mendatangi rumah Tsa’labah. Akan tetapi, Umar dan sejumlah sahabat tidak menemukan Tsa’labah.
Hampri satu bulan Tsa’labah tidak ada kabar. Kemduian Rasulullah saw memerintahkan sahabat untuk menyisir setiap sudut kota madinah, untuk mencari Tsa’labah. Hasilnya pun nihil. Kemudian Rasul mengutus Umar dan Salman untuk mencara Tsa’laba ke luar kota.

Berangkatlah Umar dan Salman dengan misi dari Rasul tersebut. Ketka umar dan salman sampai di sebuah bukit antara Madihan dan Makkah, mereka bertemu dengan segerombolan arab badui yang tengah mengembala kambing. Umar menanyakan kepada para pengembala kambing apakah mereka melihat seorang pemuda denga cirri-ciri demikian.

Mereka mengatakan bahwa tidak pernah melihat seorang pemuda tersebut. salah satu dari pengembala kambing tersebut mengatakan, ‘apakah yang anda maksud pemuda yang sering mengis’? cletuknya. Ia mengambahkan, bahwa cirri-ciri yang disebutkan umar tersebut persis seperti pemuda yang seirng menagist yang berada di puncang bukit tersebut.

Singkat cerita, umar dan salma berhasil membawa tsa’labah ke hadapan Rasulullah. Setibanya, di depan rama rasul, Tsa’labah tidak mau menemuinya. Ia merasa dirinya yang penuh dosa tidak pantas bertemu dengan sang utusan Allah. Setelah dibujuk oleh para shabahat atas permintaan nabi, akhirnya tsa’alabah mau menemui rasul. 

Rasul menyambut tsa’labah dengan hangat. Tidak tau mengapa, air mata tsa’labah mengucur deras saat itu. Rasul pun meletakkan kepala tsa’labah di atas pangkuan paha beliau. Setelah terjadi beberapa percakapan, akhirnya tsa’labah menghembuskan nafas terakhir di pangkuan sang utusan Allah. 

Di bantu para sahabat, Rasul mengurus sendiri pengurusan jenaza Tsa’labah. Beliau yang memandikan, mengkafani, meyolatkan dan memakamkannya. Ada cerita menarik, ketika beliau memikul jenazah tsa’alabah ke kuburan bersama para sahabat. Ketika itu, para sahabat terheran-heran dengan jalan Nabi. Seolah-olah beliau berjalan di tengah padatnya manusia. padahal, hanya beberapa sahabat yang memikul jasad tsa’labah, sedangkan sahabat lainnya mengikuti dari belakang. Ketika salah seorang sahabaht menanyakan keanehan itu, Rasul menjawab. Celakah kalian, sesungguhnya para malaikat berbondong-bondong ikut memikul jenazah tsa’lbah bersamaku sehingga aku kesulitan untuk berjalan.

Disadur dari cerita Syiakh Muhammad Al Arifi dalam sebuah ceramah beliau yang diunggah ke Youtube. Ahad, 22 September 2013.

Related Posts: